Jumat, 13 April 2012

Rinduku untuk Ayah


Di pagi yang masih terlihat gelap namun matahari sudah hampir memunculkan wujudnya. Terdengar ketukan pintu kamar ku yang menggebuh-gebuh, dan terdengar membisingkan telingaku. “haduuhh, siapa sih, malam-malam gini ngetuk pintu !” Teriakku kesal. “malam-malam, liat coba itu sudah jam berapa ?!” jawab ayah dengan nada pelan namun serius. Dengan wajah ngantuk dan lesu, aku pun langsung melihat jam, dan apa yang kulihat, “what ? aduhh, aku bisa kesiangan ni” jawab ku sambil bergegas menuju kamar mandi.
          Selesai mandi, aku langsung memakai seragam sekolah ku, dan langsung pamit sama ayah dan ibu, “loh, loh Nadin, kenapa tidak srapan dulu, ko langsung nyelonong gitu aja ?” sapa ibu, sambil menyuruhku sarapan pagi bersama, “aduh bu, maaf deh, Nadin mohon ampun, bukannya apa bu, ini udah telat bu” jawab ku, dengan nada manja “hemm, dasar mulai deh lebay.nya” jawab ibu, sambil tersenyum,sedikit tertawa “hehehe, ya sudah, Nadin pergi ya, yah, bu Asallammuallaikum” jawab pamitku, sambil sedikit berlari kecil menuju pintu keluar, “Wallaikumsallam” jawab ayah & ibu serentak. “dasar itu anak, telat mulu tiap hari, anak perempuan kok kaya gitu sih !” omel papah di pagi, menejlang siang itu. “aduh pah, sudahlah, nanti biar mama yang nasehatin Nadin, supaya bangun agak pagi” jawab mama.


~      Waktu jam istirahat di sekolah, di saat semua murid menuju ke kantin, dan ada juga yang ngobrol-ngobrol, di teras depan kelas, aku hanya duduk melamun di bangku kelas sendiri, aku mengingat memory masa kecil ku dahulu di mana dulu aku merasa bagaikan seorang malaikat yang terlahir di didik dan diasuh oleh kedua orang tua yang menyayangiku, kadang aku tak acuh pada omelan ayah, namun terkadang ayah memanjakan ku dengan penuh kasih sayang. Dan “Krrriiiiiing” tak terasa bell pulangan pun berbunyi .

          “Asallammuallaikum” Salamku, memasuki rumah “Wallaikumsallam” jawab ibu. “ayah dimana bu ?” tanyaku pada ibu “tadi ayah bilang, ayah mau beli obat ke apotek” Jawab ibu “oo, gitu ya bu, ya sudah, Nadin ke kamar dulu ya bu” Jawabku. Ayah memang punya penyakit jantung yang terkadang kambuh dan membuatnya tak tahan akan nyeri yang menyengat tubuh ayah, namun ayah tak pernah putus asa, ayah yakin suatu saat penyakit ayah itu bisa sembuh, ayah selalu berdoa dan berikhtiar dengan berobat.

Sekitar 2 jam berlalu …

          “Asallammuallaikum, Bu, bu, Ibu  Fatma ?” Suara orang memanggil mama, sambil mengetuk pintu rumah “iya sebentar … Wallaikumsallam, ada apa ya ?” jawab ibu “iya om, ada apa ya ?” jawabku ketika baru sampai di depan pintu “itu bu, pak, pak Salman kecelakaan di perempatan jalan !” jawab om Mardi sambil terengah-engah “ayah kecelakaan ?!” jawabku, sambil berlari menuju tempat kejadian bersama ibu.

Sesampai di tempat kejadian, Ayah, langsung di bawa ke Rumah Sakit.

          “Bu, Nadin yakin, ayah pasti bakalan selamat dan pulih kembali”  ujar ku sambil menangis terharu “iya Nadin,” jawab ibu juga sambil menangis karna ibu masih shock.

Beberapa menit kemudian, keluar seorang dokter menghampiri kami, dan sepertinya ingin berbicara sesuatu, namun wajah dokter itu seperti serius dan agak berduka.

          “apakah ibu dan anak perempuan ini, saudara bapak tadi ?” Tanya dokter kepada kami berdua “iya dok, saya anak bapak tadi, dan ini ibu saya. gimana keadaan ayah saya dok, apakah keadaan ayah saya tidak terlalu parah ?” jawabku, sambil memberi beberapa pertanyaan, dengan cemas “begini dek, saya mohon maaf, ayah adik, sudah tidak bisa di selamatkan, karna ayah adik tadi terkaget setelah tetabrak dan penyakit jantung ayah adik kambuh” jawab dokter itu sambil menundukkan kepala “apa dok, dokter pasti bohong !” jawabku, dan langsung memasuki ruangan, dimana ayah terbaring. “yah, ayah engga meninggalkan, ayah masih hidupkan ?” ujarku sambil menangis, di samping tempat dimana ayah terbaring “sudah nak, ikhlaskan, ayah pergi” jawab mama sambil mengelus pundakku “tapi ma …” belum sempat aku berbicara, mama langsung berkata, “Nadin, percaya deh, ayah pasti tenang disana, kalau Nadin ikhlas” ujar mama “iya ma” jawabku sambil menangis sedikit histeris.

Beberapa bulan, setelah kepergian ayah …

          Pagi seperti biasanya, ku rasa sunyi, kini tak bisa lagi ku dengar suara pintur kamar yang tergedor-gedor, tak ada lagi seorang ayah yang begitu perhatian, membangunkan tiap pagi, tak ada lagi ocehan dan omelan ayah yang terkadang lebih menakutkan dari omelan bunda, tak bisa lagi ku lihat senyum ayah. Rasanya setelah kepergian ayah, seperti separuh jiwaku, dan jiwa ibuku hilang. Terkadang ku lihat ibu murung sendiri, dan terkadang kulihat ibu menangis, sambil memeluk foto ayah.
          “Ayah yakinlah, sampai kapanpun kenangan tentang ayah akan selalu menjadi sebuah cerita yang tak bisa ku lupakan, walaupun  kini ayah telah terbaring disana ku yakin ayah bahagia, disini ibu dan Nadin, tak henti memikirkan ayah, ibu dan Nadin selalu sayang ayah” Isi tulisan yang ku tulis di selembar kertas dank u masukan ke dalam botol, lalu ku larutkan di pantai.

          Setelah itu aku dan ibu memutuskan untuk pindah ke rumah kami dahulu, untuk menenangkan pikiran ibu dan mencoba mengingat masa lalu dahulu yang pernah kami habiskan di rumah itu.

“TAMAT”

Karya : Dina Rusliana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar